Oleh: ffugm | Juni 15, 2011

FILSAFAT: Di Amerika Tidak Ada Ujian Nasional

UJIAN nasional memang perlu. Cuma, apa tujuan UN yang sesungguhnya? Sebagai penentu kelulusankah? Sebagai alat pengukur kualitas pendidikankah? Sebagai salah satu syarat masuk perguruan tinggikah? Kenapa UN di Indonesia sekarang ini membuat para siswa tegang? Bahkan yang tidak lulus ada yang bunuh diri? Bahkan menimbulkan kegiatan nyontek massal yang justru disponsori para pendidik?

Di Amerika:

AMERIKA yang terdiri dari banyak negara bagian ternyata tidak pernah menyelenggarakan UN/Unas atau ujian negara secara nasional.

Walaupun ada ujian yang diselenggarakan oleh masing-masing state (negara bagian), namun tidak semua sekolah diwajibkan mengikuti ujian negara bagian. Tiap negara bagian juga mempunyai materi ujian-masing masing.

Sekolah-sekolah tetap boleh menyelenggarakan ujian sendiri dan menentukan kelulusannya sendiri..

Semua lulusan, baik lulusan yang disenggarakan oleh sekolahnya sendiri atau lulus ujian yang diselenggarakan negara bagian, tetap boleh mengikuti ujian mauk ke college ataupun universitas asal memenuhi persyaratan dan lulus tes masuk.

Logika pendidikan yang digunakan yaitu:

Kualitas pendidikan ditentukan oleh individu masing-masing kelulusan. Walaupun Si A lulusan dari SMA pinggiran yang tidak terkenal, kalau dia lulus tes masuk ke Universitas Harvard, maka diapun akan diterima di universitas tersebut.Jadi masalah kualitas ditentukan oleh individu (individual quality).

Catatan:

Amerika memang pernah menerapkan UN/Unas sekitar 1980-1990, tetapi mendapat pertentangan keras dari para pakar pendidikan.

Pakar pendidikan dari Columbia University, Linda Hammond (1994)

Berpendapat bahwa nasionalisasi ujian sekolah tidak bisa memberi kreativitas guru. Sekolah tidak bisa menciptakan strategi belajar sesuai dengan perbedaan kondisi sosial, ekonomi, budaya, serta kemajuan teknologi. Sistem pendidikan top down oriented, tak bisa menjawab masalah yang ada di daerah-daerah berbeda.

Pakar pendidikan dari Stanford University, Michael Kirst (1994).

Dia menyatakan, secara politis, ‘medan pendidikan’ dianggap sebagai kekuatan yang strategis dikerahkan untuk negara (a power reserved to the states). Dalam analisisnya, dia mencermati tentang konflik politik di negeri Amerika saat itu.

Kemudian, dia mengaitkannya dengan nasionalisasi, standarisasi pendidikan misalnya melalui ujian secara sentral dan sejenisnya. Jangan heran, sekarang di negeri sendiri posisi strategis ‘medan pendidikan’ ini jadi rebutan.

Di Indonesia:

UN/Unas yang bersifat dipaksakan itu harus diikuti oleh semua sekolah yang kondisinya sangat berbeda-beda. Ibarat balap mobil di mana segala macam,segala merk,segala ukuran cc,segala tahun buatan,segala usia pembalapnya,harus mengikuti balapan mobil.Padahal balap mobil sekelas Grand Prix ada ketentuan standar, mulai dari model mobil balap, cc dan lain-lain. Ada kualifikasinya.

Dengan demikian UN/Unas yang sekarang merupakan hal yang kurang realistis. Mereka yang berprestasi selama tiga tahun di sekolahnya dinyatakan tidak lulus hanya karena tidak lulus ujian UN/Unas yang hanya beberapa matapelajaran saja.

Logika pendidikan yang digunakan yaitu:

Hanya komunitas atau kelompok peserta UN/Unas yang lulus saja yang dianggap berkualitas. Jadi masalah kualitas ditentukan oleh kelompok (group quality).

Seharusnya:

1.Yang realistis, seharusnya UN/Unas hanya digunakan untuk menentukan tingkat kualitas pendidikan secara nasional. Tidak sebagai penentu kelulusan para siswa.

2.Sebaiknya semua sekolah, mulai SD hingga SMA menerapkan sistem kredit dan sistem SKS (satuan kredit semester) dan memberlakukan sistem Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).Artinya kualitas siswa tidak hanya ditentukan oleh UN/Unas, tetapi ditentukan IPK masing-masing yang diperolehnya selama tiga tahun di SMA/SMP atau 6 tahun di SD.

3.Akreditasi sekolah dalam kategori A,B,C sebaiknya sebagai alat untuk mengukur kualitas pendidikan per-sekolah saja supaya sekolah yang kategorinya rendah bisa meningkatkan kategorinya.

Issue:

Kabarnya, kementrian pendidikan nasional tetap ngotot menyelenggarakan U/Unas karena anggaran kementrian pendidikan nasional tetinggi dibandingkan kementrian lainnnya, yaitu sekitar Rp 200 triliun.Artinya, UN/Unas merupakan proyek bisnis.

Sistem pendidikan:

Pendidikan terdiri beberapa subsistem:

Kualitas siswa

Kualitas pengajar/pendidik

Kualitas sarana.prasarana

Kualitas kurikulum

Kualitas keseragaman buku matapelajaran

Kualitas ujian

Kesimpulan:

UN/Unas hanya mencerminkan kualitas siswa pada saat mengikuti UN/Unas dan hanya untuk matapelajaran tertentu saja.

Saran:

1.Sebaiknya UN/Unas tidak sebagai penentu kelulusan siswa.

2.Sebaiknya UN/Unas sebagai alat untuk mengukur perkembangan kualitas pendidikan secara nasional.

3.Sebaiknya UN/Unas sebagai salah satu syarat untuk bisa mengikuti tes masuk PTN.

Sumber foto: nak4michi.blogspot.com

Hariyanto Imadha

Facebooker/Blogger


Kategori